Tips Menyapih ASI dengan Cinta, (Seharusnya) juga Butuh Deadline Lho!

Sumber : pixabay.com 
Setiap ibu pasti ingin melakukan yang terbaik untuk anaknya, tak terkecuali dalam hal menyapih ASI untuk si kecil. Pada zaman dulu menyapih identik dengan memaksa si kecil dengan segera menyudahi menyusui langsung pada ibunya, misalnya dengan bratawali atau ramuan lainnya yang membuat bayi tidak suka.
Saat ini beberapa ibu, atas saran orangtua masih melakukan cara itu. Namun, sebagian yang lain sudah menyadari bahwa menyapih dengan paksa akan meninggalkan efek samping, diantaranya efek trauma pada anak. Hingga munculah teori menyapih dengan cinta atau weaning with love (WWL), yaitu mengakhiri kegiatan menyusui antara ibu dengan anak dengan kerelaan. Rela artinya tanpa paksaan.
Melakukan WWL harus dengan kesabaran. Karena, si kecil disapih bukan dengan cara memutus langsung, tetapi dengan melakukan beberapa stimulus. Stimulusnya berupa mengurangi frekuensi menyusui, menerapkan waktu-waktu tertentu untuk menyusui, hingga akhirnya si kecil dengan sendirinya menolak secara langsung. Kemauan si kecil tersebut menandakan bahwa dia sudah bisa menerima dengan ikhlas untuk lepas dari ASI. Tentunya hal tersebut merupakan kebahagiaan bagi ibu dan si kecil, ikatan batin mereka berdua juga tetap terjalin dengan baik.
Cara WWL memang banyak kelebihannya, namun di sisi lain mungkin mempunyai kelemahannya. Yakni, waktu yang tidak pasti kapan si kecil benar-benar berhenti menyusui. Beberapa ibu ada yang mengakui jika anaknya berhasil lepas dari ASI saat menginjak usia 3 tahun bahkan lebih. Padahal beberapa penelitian terbaru ada yang mengatakan jika menyusui si kecil setelah 2 tahun memiliki dampak negatif. Dalam ajaran agama pun, masa 2 tahun menjadi patokan meskipun tidak mutlak (bisa kurang atau lebih).
Oleh karenanya, sebaiknya mungkin cara WWL pun memerlukan deadline atau tenggat waktu terakhir. Namun, tidak harus langsung ditepati seperti deadline dalam urusan pekerjaan, dalam menyapih bisa mundur atau dimajukan tergantung kondisi si kecil. Menentukan deadline sama halnya dengan mengucapkan niat. Niat berarti mempunyai tujuan yang jelas. Sehingga tujuan darideadline adalah agar orangtua semakin fokus melakukannya, dan bersemangat untuk selalu mencari strategi agar menyapih bisa segera berhasil.
Berikut ini adalah beberapa hal yang dilakukan untuk menyapih ASI si kecil dengan sukarela sekaligus bersama deadline.
  • Menyepakati waktu deadline sebelumnya
Takdir memang tidak ada yang tahu, namun manusia berhak untuk berencana. Demikian juga saat menentukan deadline, direncanakan dengan asumsi bahwa kondisi ibu dan si kecil dalam keadaan sehat. Sebaiknya beberapa bulan sebelumnya, ingat bahwa metode yang dipilih adalah WWL atau menyapih dengan kerelaan. Jika deadline sudah disepakati, maka ibu atau ayah bisa segera memulai stimulusnya. Semakin longgar waktunya, stimulus bisa dilakukan dengan lebih rileks.
Misalkan, kesepakatan orangtua adalah 2 tahun si kecil sudah berhenti menyusui. Ibu bisa mulai memberikan stimulus sejak 6 bulan sebelumnya, misalnya dengan menanamkan sugesti bahwa tidak lama lagi si kecil harus berhenti meminta ASI.
  • Ibu dan ayah harus kompak
Setelah menjadi orangtua, ibu dan ayah merupakan satu paket sehingga membuat sebuah keputusan harus berdasarkan kesepakatan keduanya. Termasuk saat menentukan kapan deadline si kecil disapih. Jika ibu memutuskan sendiri, bisa jadi saat menemukan kegundahan di tengah prosesnya, ayah akan cenderung menyalahkan atau lepas tangan begitu saja. Otomatis, rencana akan gagal atau berhenti di tempat. Emosi ibu yang buruk pun akan mempengaruhi mood si kecil.
Dalam proses menyapih peran ayah justru sangat penting. Karena bisa sebagai penghibur dan pengalihan ketika ibu sedang mulai melakukan stimulus, seperti mengurangi waktu menyusui si kecil. Si kecil bisa diajak bermain dengan ayah. Secara tidak langsung, ikatan antara ayah dan si kecil pun semakin erat.
Selain itu, dengan menentukan deadline, ayah juga diharapkan bisa mempersiapkan stamina lebih dan waktu luang menjelang saat terakhir si kecil diberikan ASI.
  • Tahapan stimulus yang dilakukan
Dalam WWL atau menyapih dengan cinta, ibu sebagai orang terdekat bisa melakukan tahapan ini secara berurutan (berdasarkan pengalaman pribadi).
  1. Menanamkan sugesti agar si kecil mau berhenti meminta ASI. Misalnya lewat kata-kata, “nak, kamu bentar lagi dua tahun lho, sudah besar, kalau minum ASI malu lho!”. Meskipun pada awalnya si kecil tidak memahami maksudnya, namun seiring berjalannya waktu pasti akan mengerti. Dengan mengajaknya berbicara, juga mengajarkan si kecil cara untuk berkomunikasi.
  2. Mengurangi frekuensi menyusui. Jika sebelumnya setiap kali si kecil meminta ASI langsung diberikan, kali ini buatlah jeda. Mungkin beberapa menit dulu, yang pasti ajarkan si kecil untuk menunda keinginannya. Semakin terbiasa, bisa mulai diatur hanya jam-jam tertentu. Hingga akhirnya saat yang paling sulit, yaitu saat menjelang tidur malam. Jika si kecil sudah sampai tahapan ini, kemungkinan sudah hampir berhasil.
  • Cara tradisional sebagai alternatif penutupdeadline
Inilah bedanya dengan WWL pada umumnya.Deadline akan membatasi waktu, sehingga seandainya ada kelebihan waktu tidak terlalu lama. Beberapa ibu mengemukakan keluhannya bahwa ingin si kecil berhenti menyusui dengan sendirinya, tetapi sangat lama. Tidak jarang berhenti karena memang umurnya sudah besar, dan karena sudah tahu malu. Memang tidak mengapa, tetapi secara psikologis pasti akan memiliki dampaknya. Diantaranya anak akan kurang mandiri dan ibu masih terjebak dalam aktivitas menyusui yang sebetulnya sudah bukan kebutuhan penting si kecil.
Untuk itu, rasanya warisan orangtua pada masa lalu bisa digunakan, yaitu memakai cara tradisional. Seperti memakai daun-daun pahitan atau cara lain,yang membuat si kecil tidak menyukai ASI lagi. Berdasarkan pengalaman pribadi yang hanya mengoleskan tumbukan daun pepaya pada sekitar ASI, hanya membuat anak-anak merasa tidak nyaman dalam sehari hingga seminggu saja sampai benar-benar lupa dengan aktivitas minum ASI. Stimulus dan sugesti yang diajarkan dalam metode WWL yang maksimal, menjadikan cara tradisional tidak lagi menimbulkan efek trauma pada anak.
Bagaimana apakah Ibu setuju dengan artikel ini? Hidup adalah pilihan, setiap orang berhak memilih jalan mana yang akan membawa kebahagiaan. Artikel ini memberikan sebuah gambaran lain untuk kebahagiaan ibu dan si kecil. Apapun yang dipilih, yakinlah, karena itu kunci utamanya.
Semoga bermanfaat.

Referensi:
https://www.ayahbunda.co.id/kelahiran-tips/tips-menyapih-dengan-cinta (28/11/2017)
https://hellosehat.com/parenting/menyusui/menyusui-lebih-dari-2-tahun/ (28/11/2017)

0 Comments:

Post a Comment

 

Catatan Bintutsaniyah Template by Ipietoon Cute Blog Design